Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Detik Insider

    'Bella Ciao', Mussolini, dan Jejak Fasisme di Tim Elang Ibu Kota

    Bayu Baskoro - detikSport
    Fans Lazio di tribun Stadion Olimpico Roma. (Foto: Getty Images/Marco Rosi) Fans Lazio di tribun Stadion Olimpico Roma. (Foto: Getty Images/Marco Rosi)
    Jakarta -

    Pemain baru Lazio, Elseid Hysaj, diserang ultras sayap kanan karena menyanyikan "Bella Ciao". Begini kisah bagaimana Biancocelesti lekat dengan fasisme Italia.

    Hysaj didatangkan Lazio dari Napoli pada awal musim 2021/2022. Sebagai pemain anyar, pesepakbola asal Albania itu menjalani inisiasi bersama rekan setim di klub barunya.

    Para penggawa Lazio meminta Hysaj menyanyikan lagu untuk mereka. Bek 27 tahun tersebut berdiri di atas kursi sambil memegangi ponselnya. Dari mulutnya terucap lirik lagu "Bella Ciao".

    O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao!

    Una mattina mi son svegliato
    (suatu hari saya bangun pagi)

    e ho trovato l'invasor
    (dan saya menemukan penjajah).

    O partigiano portami via
    (Oh Partisan bawa saya pergi)

    o bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao.

    Beberapa pemain Lazio turut bersorak dan bernyanyi bersama Hysaj. Video tersebut viral di media sosial dan menjadi pembahasan para penggemar.

    Aksi Hysaj yang terlihat sepele dan lucu itu menjadi masalah buat ultras sayap kanan Lazio. Mereka berang dengan pemilihan lagu "Bella Ciao" dan merisak pemain jebolan Empoli itu di dunia maya.

    Tidak hanya itu, para fans yang tidak terima bahkan bersiap mendatangi Hysaj di sebuah restoran. Pihak klub yang menyadari ancaman kepada pemain barunya itu langsung pasang badan dan memastikan keamanan Hysaj.

    Jika ditelusuri lebih dalam, ada alasan historis mengapa ultras Lazio sangat benci dengan "Bella Ciao". Hal ini tak bisa dilepaskan dari relasi Tim Elang Ibu Kota dengan fasisme Italia sejak abad ke-20.

    "Bella Ciao": Lagu Rakyat Italia dan Simbol Anti-fasis

    "Bella Ciao" merupakan lagu rakyat Italia yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-19. Tembang ini aslinya menceritakan kehidupan sulit seorang perempuan yang bekerja di ladang di wilayah Lembah Po, Italia Utara.

    Kata-kata 'bella ciao' (yang memiliki arti 'Halo, Cantik') diulang terus menerus sebagai bentuk ungkapan doa mereka ketika pergi dan pulang dari pekerjaan yang tidak ada habisnya. Kaum ibu yang biasanya menyanyikan lagu ini untuk dirinya sendiri, atau sebagai pengantar tidur buat anak-anaknya.

    Alla mattina appena alzata
    (Pada pagi hari saya bangun tidur)

    o bella ciao bella ciao bella ciao, ciao, ciao

    alla mattina appena alzata
    (pada pagi hari saya bangun tidur)

    in risaia mi tocca andar
    (ke sawah ladang, saya harus pergi).

    E fra gli insetti e le zanzare
    (Dan di antara para serangga dan nyamuk)

    o bella ciao bella ciao bella ciao ciao ciao

    e fra gli insetti e le zanzare
    (dan di antara para serangga dan nyamuk)

    un dur lavoro mi tocca far
    (kerja keras yang harus saya lakukan).

    Lagu "Bella Ciao" menjadi populer di antara kelompok sayap kiri Italia yang menggabungkan diri ke dalam gerakan Partisan Italia. Kelompok ini menolak fasisme dan memerangi blok Axis selama Perang Dunia II.

    Gerakan yang mayoritas diisi kelas pekerja Italia berpaham komunisme ini mengubah lirik lagu "Bella Ciao" sesuai versi mereka. Kisah perempuan yang bekerja di ladang digantikan dengan cerita perjuangan partigiano (Partisan) menghadapi fasisme. Versi inilah yang dinyanyikan Elseid Hysaj pada malam inisiasinya di Lazio.

    Kelompok Partisan berhasil membebaskan Italia dari jerat fasisme pada 25 April 1945. Gerilyawan komunis menangkap diktator fasis Italia, Benito Mussolini, yang berusaha kabur ke luar negeri dua hari kemudian.

    Mussolini dan kekasihnya, Clareta Petacci, serta beberapa petinggi sayap kanan Italia dieksekusi mati Partisan pada 28 April 1945. Mayat mereka dibawa ke Milan, untuk kemudian diludahi dan dilempari batu oleh masyarakat, sebelum akhirnya digantung secara terbalik di pom bensin.

    Ada alasan sendiri mengapa rakyat Italia saat itu begitu marah dan dendam dengan Mussolini. Mereka begitu menderita dan menjadi korban selama Il Duce (Sang Pemimpin) berkuasa di Negeri Pizza pada 1922 hingga menjelang akhir Perang Dunia II.

    Mussolini dan Lazio

    Benito Mussolini menjalankan negara dengan totaliter bersama partai yang didirikannya, Partai Fasis Nasional (PNF). Seluruh elemen oposisi politik, khususnya kelompok sayap kiri, dilenyapkan, sementara masyarakat kelas pekerja Italia direpresi dan dibungkam kebebasan berpendapatnya.

    Mussolini menginginkan Italia bangkit kembali seperti zaman kejayaan Kekaisaran Romawi. Politisi kelahiran 29 Juli 1883 itu menggunakan propaganda sebagai senjata menarik simpati rakyat.

    Sepakbola menjadi salah satu alat propaganda yang digunakan Mussolini selama masa kepimimpinannya. Il Duce juga memiliki klub favoritnya di Italia: Lazio.

    Benito Mussolini (1883 - 1945) the Italian dictator in 1934.    (Photo by Topical Press Agency/Getty Images)Diktator fasis Italia, Benito Mussolini. (Photo by Topical Press Agency/Getty Images) Foto: Getty Images/Topical Press Agency

    Mussolini beberapa kali menyaksikan pertandingan kandang Lazio di Stadio del Partito Nazionale Fascista. Sobat dari diktator fasis Jerman, Adolf Hitler, itu juga mencetuskan pembangunan kompleks olahraga Foro Mussolini di Roma pada 1927.

    Salah satunya yang dibangun di area Foro Mussolini adalah Stadion Cypress. Arena olahraga ini kelak berubah nama menjadi Stadion Olimpico Roma.

    Lazio juga banyak dilirik para petinggi fasis lainnya. Apalagi, Biancocelesti memiliki logo aquila (elang), simbol Romawi Kuno yang juga dipakai rezim Mussolini.

    Relasi fasisme dan Lazio tidak terputus, bahkan setelah kematian Mussolini. Ideologi dan sosok Il Duce mengundang ketertarikan sebagian besar penggemar Si Elang, di tengah keputusan klub yang tak memihak kekuatan politik mana pun.

    Ultras Biancocelesti mulai vokal menyuarakan suara-suara radikal ultra-nasionalis pada periode 1980-an. Mereka juga tak segan mengkampanyekan anti-Semit, serta menolak kehadiran pemain-pemain kulit berwarna di Italia.

    Irriducibili menjadi ultras Lazio yang tersohor di era 1990-an. Kelompok suporter yang berdiri pada 1987 itu tak pernah malu mengungkapkan pemujaannya kepada fasisme. Mulai dari membentangkan banner pro-fasis, hingga menunjukkan Roman Salute khas Mussolini cs di Curva Nord.

    Selebrasi Paolo Di CanioEks bintang Lazio, Paolo Di Canio, melakukan Roman Salute. (Foto: Screenshots Youtube)

    Penggunaan Roman Salute juga pernah dilakukan legenda Lazio, Paolo Di Canio, dalam Derby della Capitale kontra AS Roma pada 2005. Eks pemain Timnas Italia itu memang sangat mengagumi sosok Benito Mussolini.

    "Saya memiliki selusin buku biografi Mussolini. Saya rasa dia adalah individu yang banyak disalahpahami," tulis Di Canio dalam buku biografinya, Paolo Di Canio: The Autobiography.

    Kekaguman Di Canio kepada Mussolini dibuktikan dengan tato pada lengan kanannya bertuliskan 'DVX' yang merupakan bahasa latin dari Il Duce. Di Canio bahkan membuat tato wajah Mussolini dan elang raksasa di punggungnya.

    Trah Mussolini di Lazio

    Selebrasi Roman Salute Di Canio menjadi kontroversi dan membuatnya dikecam banyak pegiat sepakbola. Di satu sisi, ultras sayap kanan Lazio sangat senang melihat idola mereka menunjukkan gestur tersebut tanpa rasa takut.

    Tidak hanya dari tifosi, apresiasi atas selebrasi Di Canio juga datang dari Alessandra Mussolini. Ya, dia adalah cucu dari sang diktator fasis yang mengikuti jejak kakeknya sebagai politisi Italia.

    Alessandra mendirikan partai sayap kanan Social Action pada 2003. Mantan artis dan penyanyi city pop ini dipilih sebagai wakil parlemen Italia untuk Uni Eropa lewat partai Forza Italia pimpinan eks presiden AC Milan, Silvio Berlusconi.

    Alessandra dikaruniai tiga anak dari pernikahannya dengan seorang polisi bernama Mauro Floriani. Putra bungsu mereka, Romano Benito Floriani Mussolini, aktif sebagai pesepakbola.

    Romano bergabung ke tim junior Lazio sejak umur 13 tahun dan berposisi sebagai bek. Pemuda kelahiran Roma 27 Januari 2003 tersebut meneken kontrak profesionalnya bersama Biancocelesti pada akhir Maret 2021.

    Lazio mengikat Romano selama tiga tahun. Penandatanganan kontrak cicit dari Benito Mussolini itu disambut positif penggemar Tim Elang Ibu Kota.

    Meskipun Lazio memiliki kaitan sejarah dengan kakek buyutnya, Romano menegaskan bahwa perekrutan dirinya tidak ada hubungan dengan politik. Dia pun bertekad menampilkan performa terbaiknya di Olimpico Roma.

    "Saya hanya mau dinilai karena performa saya di Lazio dan bukan karena nama belakang saya adalah Mussolini," kata Romano saat mengikat kontrak bersama Lazio.

    ===

    Dari cerita sejarah di atas, maka menjadi masuk akal apabila ultras sayap kanan Lazio geram dengan "Bella Ciao" yang dinyanyikan Elseid Hysaj. Mereka marah karena Hysaj secara tidak langsung mengagungkan Partisan, kelompok yang sudah menggantung Benito Mussolini selaku sosok panutan yang pemikirannya masih mereka hayati sampai sekarang.

    Sumber Referensi

    Buku:

    Di Canio, Paolo. 2001. Paolo Di Canio: The Autobiography. New York: Harpercollins.

    Foot, John. 2007. Winning at All Costs: A Scandalous History of Italian Soccer. New York: PublicAffairs.

    Guschwan, Matthew. 2018. Football Fandom in Italy and Beyond: Community Through Media and Performance. New York: Routledge.

    Kassimeris, Christos. 2007. European Football in Black and White: Tackling Racism in Football. Washington DC: Lexington Books.

    Martin, Simon. 2004. Football and Fascism: The National Game under Mussolini. Oxford: Berg.

    Silverman, Jerry. 2006. Song That Made History Around the World. Missouri: Mel Bay Publications.

    Witzig, Richard. 2006. The Global Art of Soccer. New Orleans: CusiBoy Publishing.

    Website:

    'Lazio fans hang pro-Mussolini banner, make fascist salutes ahead of Liberation day', CNN 24 April 2019.

    'Best keep this one covered up Paolo: Just days after renouncing fascism Di Canio's huge Mussolini tattoo revealed', Daily Mail 7 April 2013.

    'When The Beautiful Game Turns Ugly', ESPN 5 Mei 2013.

    'History, politics and death: How Lazio-Roma became Italy's fiercest rivalry'. FourFourTwo 1 Maret 2009.

    'Meet the Irriducibile, the fascist Lazio ultras who worship Mussolini', GQ Magazine 7 Maret 2020.

    'Mussolini's Team', The Slate 11 September 2001.

    'Fascism In Football: The Ugly Side Of The Beautiful Game', World Football Index 13 Juni 2020.

    (bay/krs)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game