Cat Merah Nani dan Anderson yang Telah Pudar

Tiga orang pemuda berpesta gila-gilaan pada sebuah malam yang liar tahun 2007 di Chesire, luar tapal batas Greater Manchester. Malam itu sang tuan rumah, yang kebetulan paling tua di antara bertiga, menjamu 2 orang koleganya yang masih hijau dengan berbagai hidangan dan minuman yang memabukkan sambil berendam air panas. Kedua tamu malam itu masih belia, 20 tahun dan 19 tahun, dan mereka masih tahap menyesuaikan diri untuk tinggal di Inggris. Bukan merupakan sebuah misteri mengapa mereka bertiga bisa langsung akrab. Ketiganya memiliki bahasa Portugis sebagai bahasa ibu mereka.
Tujuan pesta mereka malam hari itu adalah merayakan kemenangan perdana klub mereka musim itu atas Tottenham Hotspur. Entah mengapa kemenangan perdana perlu dirayakan. Mungkin mereka hanya mencari justifikasi untuk hura-hura. Seperti lazimnya anak muda yang masih belia dan punya uang lebih dari cukup, sekadar pesta biasa tak cukup untuk memuaskan hasrat yang meletup-letup. Mereka tak puas untuk berpesta bertiga saja. Mereka perlu lebih banyak orang lagi untuk berpesta bersama dalam kolam air panas di halaman belakang rumah.
Maka didatangkanlah 5 orang perempuan muda dari Leeds untuk bergabung dalam perayaan yang akan membuat Baccus, dewa makanan dan pesta dalam mitologi Yunani, terkekeh-kekeh dari Olympus. Detil mengenai apa yang ketiga pemuda dan 5 orang gadis tersebut lakukan tak perlu digambarkan di sini. Anda tahu kira-kira apa yang mereka lakukan.
Kisah ini tak akan pernah diketahui publik seandainya para perempuan tersebut tak menjual pengalaman mereka sebagai berita kepada media. Sang tuan rumah pun dituduh memberi contoh yang buruk kepada 2 koleganya yang masih butuh bimbingan. Berita ini menjadi santapan empuk bagi media-media sensasionalis di Inggris, tapi tak ada hukuman yang dijatuhkan kepada ketiga pemuda tersebut dari klub tempat mereka bekerja. Alasannya karena pesta tersebut dilakukan di ruang privat dan bukan pada hari menjelang pertandingan.
Kejadian ini penting untuk diingat kembali mengingat bagaimana trajektori karir ketiga pemuda tersebut di masa depan tak berada di kurva yang sama. Sang tuan rumah kelak memenangkan Ballon d'Or tiga kali dan dianggap sebagai salah satu atlet terhebat sepanjang masa di bidangnya. Dua orang yang lain adalah Luis Nani dan Anderson.
Selain mengangkat trofi Premier League dan trofi Champions League yang sama, mungkin hanya kolam air panas di Chesire tersebut satu-satunya tempat di mana Nani dan Anderson bisa berdiri sama tinggi dengan Cristiano Ronaldo. No pun intended.
***
An unfulfilled vocation drains the color from a man’s entire existence
- Honore de Balzac (1799-1850)
Resminya transfer Nani ke Fenerbahce dengan harga standar pasar loak (4,3 juta Pounds adalah harga ekonomis bagi klub Turki tersebut) menggenapi hengkangnya semua pemain yang didatangkan Manchester United pada musim panas 2007. Nani datang dari Sporting Lisbon tahun itu dan tak lama kemudian disusul Anderson yang hijrah dari Porto. Keduanya didapuk sebagai talenta masa depan United. Satu lagi pemain yang datang pada jendela transfer saat itu adalah Owen Hargreaves dari Bayern Munich.
Berhubung di akhir musim United menang Premier League dan Champions League, banyak analis mengatakan bahwa transfer United musim itu adalah salah satu yang terbaik sepanjang masa karena ketiga pemain baru mereka berandil besar dan akan menjadi starter United selama satu dekade ke depan. Oh, seandainya mereka bisa mengintip masa depan.
Tak akan ada yang menyalahkan Nani dan Anderson karena gagal menyamai Cristiano Ronaldo (sesuatu hal yang mustahil dilakukan siapapun yang namanya di KTP bukan Lionel Messi), tapi kegagalan Nani dan Anderson adalah ketidakmampuan mereka untuk memenuhi potensi yang mereka tunjukkan di musim pertamanya bersama United.
Keduanya berandil besar dalam mewujudkan misi United menjadi juara Inggris dan juara Eropa musim itu. Nani bermain 26 kali di liga dan 11 kali di Champions League; Anderson 24 kali di liga dan 9 kali di Champions League. Angka-angka ini bukanlah angka yang buruk dan menunjukkan bagaimana Sir Alex Ferguson menilai kemampuan dari 2 orang pemain belia ini. Keduanya turut mencetak gol di final melawan Chelsea dalam satu malam yang tak terlupakan di Moskow. Masa depan terlihat cerah kala itu. Mereka berdua sama sekali tidak terlihat sebagai pemain yang akan merajut karir di liga Turki dan liga Brasil dalam usia emas mereka.
Anderson adalah yang terparah di antara keduanya menilik bagaimana jauhnya karirnya mental dari titik tolak musim pertamanya di United. Didatangkan sebagai gelandang serang timnas Brazil dengan prestasi pribadi menjadi pemain terbaik Piala Dunia U-17 tahun 2005, Ferguson mengubah posisi Anderson menjadi box-to-box midfielder yang diterjemahkan dengan baik olehnya di lapangan. Anderson memberikan otot di lini tengah United untuk melengkapi Hargreaves dan Scholes yang lebih elegan. Penampilan Anderson cukup memikat musim itu bagi saya untuk menempel jersey United pertama yang saya beli dengan uang sendiri dengan namanya di belakang. Anderson sebagus itu di musim 2007/2008.
Perkembangan karirnya di United pada beberapa musim kemudian terhambat cedera, namun itu tak menutupi satu isu terbesar yang selalu menghantui Anderson bahkan sejak musim pertamanya di United: stamina. Kerap dianggap kelebihan berat badan, Anderson dituding gagal untuk menjalankan pola makan yang benar sebagai pesepakbola profesional yang berimbas pada ketidakbugarannya di lapangan. Lebih dari separuh penampilannya sebagai starter liga bersama United berakhir dengan pergantian dan tak sampai 20 kali ia bermain 90 menit penuh.
Patrice Evra pernah mengatakan bahwa ia sekali waktu membawakan burger untuk Anderson jam 1 pagi. Jika anda orang biasa dan kelaparan tengah malam, memesan makanan penuh kalori seperti burger tidak dianjurkan. Tapi berhubung pekerjaan anda tak berhubungan dengan massa lemak di tubuh, sah-sah saja bagi anda makan burger. Jika anda atlet profesional dan makan burger jam 1 pagi, anda cari gara-gara. Tak ada hubungan dengan selera makan, ini masalah mental dan fokus semata.
Masalah mental dan fokus ini pula yang membuat Nani, salah satu pesepakbola dengan bakat natural terhebat yang pernah mengenakan baju Manchester United, tak akan pernah dikenang sebagai legenda. Sejak datang ke Old Trafford, komparasi dengan Cristiano Ronaldo, yang datang 4 tahun sebelumnya, tak terelakkan. Bukan hanya sama-sama dari Portugal dan Sporting Lisbon, gaya bermain keduanya pun mirip. Cepat, licin, dan gemar melakukan step-over yang tidak penting. Bedanya Nani tidak datang dengan tubuh kurus kerempeng dan rambut beruntai mie instan seperti Ronaldo dulu.
Secara skill, tak ada yang bisa dilakukan Ronaldo yang Nani tidak bisa. Kuat di kedua kaki dan punya tendangan super keras. Bahkan dalam hal selebrasi gol, Nani, yang gemar jungkir balik akibat kebiasaannya capoeira waktu kecil, lebih menarik dari Ronaldo. Namun untuk urusan mental dan kecerdasan di lapangan perihal pengambilan keputusan, Nani bukan yang terbaik.
Tipikal rasa frustrasi dalam menyaksikan Nani adalah ketika ia melakukan step-over yang kebanyakan atau melakukan tembakan ketika harusnya mengoper dan sebaliknya. Jika ia bermain bola di lapangan kampung, ia adalah jenis pemain yang sesudah sukses melewati hadangan kiper akan ngotot untuk menyundul bola yang berada di tanah demi kepuasan pribadi.
Ini sangat disayangkan karena, seperti dikatakan Rio Ferdinand beberapa hari lalu, talenta Nani seharusnya membuatnya berada di tempat yang sejajar dengan Neymar atau Luis Suarez sekarang. Tengoklah gol-gol Nani ketika ia bermain untuk United, termasuk gol sensasional melawan Arsenal tahun 2010 yang membuat barisan pertahanan The Gunners seperti CPU level paling rendah di FIFA 15.
Jika Anderson hanya punya 1 musim yang bagus bersama United, Nani punya tiga musim yang menonjol bersama United, termasuk pada musim 2010/2011 di mana selain menjadi juara liga, Nani juga terpilih sebagai pemain terbaik United pilihan sesama pemain. Torehan 10 gol dan 14 assist musim itu juga membuatnya masuk ke daftar nominasi Ballon d’Or musim itu.
Kemampuan Nani menendang dengan kedua kakinya ternyata berubah menjadi kutuk baginya. Karena kaki kirinya juga hidup, Ferguson kerap menurunkannya di sisi sayap kiri karena Antonio Valencia hanya punya satu kaki yang bisa dipakai. Padahal penampilan terbaik Nani adalah ketika bermain sebagai sayap kanan. Ini sedikit banyak menggerus kepercayaan dirinya yang berujung pada inkonsistensi.
Nani diberikan perpanjangan kontrak 5 tahun ketika David Moyes menjadi manajer United. Namun pemain dengan gaya sepertinya tak akan pernah disukai oleh Louis van Gaal. Kenyataan bahwa ia hanya laku dijual di bawah 5 juta Pounds padahal kontraknya masih tersisa tiga tahun lagi adalah penguat fakta bahwa pada usia 28 tahun, Nani telah kehilangan relevansinya.
Ini adalah kisah tragis soal dua pemain yang ketika datang ke United melumuri sekujur eksistensi karir mereka dengan cat merah menyala hanya untuk melihat cat tersebut memudar dari tahun ke tahun.
Ketika kedua pemain tersebut didatangkan tahun 2007, BBC menurunkan sebuah artikel berjudul “Who Are Anderson and Nani?”. Menyedihkan mengingat kemungkinan pertanyaan yang sama mungkin akan dilontarkan 20 tahun lagi ketika nama keduanya disebut.
=====
* Penulis adalah satiris dan penulis sepakbola, presenter BeIN Sports Indonesia. Bisa dihubungi melalui akun twitter @pangeransiahaan