Sang Maestro, Si Metronome, Andrea Pirlo

Sang Maestro, Si Metronome, Andrea Pirlo

Andi Abdullah Sururi, Doni Wahyudi - Sepakbola
Selasa, 07 Nov 2017 14:40 WIB
Sang Maestro, Si Metronome, Andrea Pirlo
Andrea Pirlo pensiun (Claudio Villa / Getty Images)
Jakarta - Dari Flero di Brescia sampai New York di Amerika Serikat. Setelah 27 tahun sang maestro memutuskan menyudahi karier sepakbolanya. Andrea Pirlo akan dikenang dan dirindukan.

"Pirlo bisa membuat kakinya melakukan apapun yang dia inginkan. Dia seorang genius."

Sanjungan Johan Cruyff itu menggambarkan apa yang bisa dibuat Pirlo di atas lapangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Gambas:Video 20detik]


Pirlo bukan tipikal pemain sepakbola yang energik, gesit, atau punya speed tinggi. Pria kelahiran 19 Mei 1979 itu punya keistimewaan berupa visi bermain yang luar biasa. Dari lapangan tengah tempatnya beroperasi, Pirlo bisa melihat ke semua sisi lapangan.

Dia mengantisipasi pergerakan, dan mengirim bola ke tempat yang paling membutuhkan. Pirlo melihat celah-celah kecil untuk melepaskan operan, memaksimalkan dengan sebaik-baiknya kreativitas dan kemampuan teknik luar biasa yang dipunya untuk dimanfaatkan rekannya membangun serangan atau bikin gol.

Mengawali karier di Brescia, Pirlo jadi sedikit pemain yang pernah berseragam tiga klub terbesar Serie A. Sebelum memutuskan menggantung sepatu, Pirlo menjalani dua musim sebagai penggawa News York City di Major League Soccer.

Berikut kami rangkum perjalanan sang maestro, yang dijuluki metronome, Andrea Pirlo:


Pirlo lahir pada 19 Mei 1979 di kota Flero, provinsi Brescia, dari keluarga berada. Bapaknya seorang pebisnis yang memiliki sejumlah pabrik baja di Brescia.

Singkat kata, Pirlo tak pernah kesulitan uang dan kelak uang tak pernah menjadi motif besar dia dalam berkarier.

"Mungkin suatu saat nanti aku akan terjun ke dunia bisnis. Mungkin, kalau aku gantung sepatu, aku akan meninggalkan semuanya tentang sepakbola," cetusnya suatu ketika.

Seperti kebanyakan pemain bola profesional yang mengawali kariernya di klub asalnya, Pirlo juga merintis profesinya di klub terdekat dengan tempat tinggalnya. Ia menimba ilmu sepakbola di akademi Brescia di tahun 1994.

Setahun kemudian ia sudah menembus tim pertama dan melakoni debutnya di Seri A pada 21 Mei 1995, hanya dua hari setelah berulang tahun ke-16. Ia pun menjadi debutan termuda dari Brescia.

"Aku ingat pertandingan pertamanya. Dia sepertinya sudah ditakdirkan untuk menjadi hebat," kenang seorang kawan lamanya, eks gelandang Chievo dan Palermo, Eugenio Corini.

"Waktu itu aku masih bermain untuk Brescia. Ternyata itu dia anak yang oleh semua orang digambarkan sebagai sesosok fenomena.

"Dalam latihan dia sudah menunjukkan kualitasnya yang besar, dan di akhir musim dia melakukan debut melawan Reggiana, di umur 16. Hari itu, kami semua meyakini bahwa seorang bintang telah lahir.

"Yang paling mengesankan dari Andrea adalah kebijaksaan taktiknya. Dia tak sekadar punya teknik, tapi juga mampu membuat orang lain bermain lebih baik, serta menyeimbangkan tim," tutur Corini.

Di tahun 1998, saat umurnya menginjak 19, bakat Pirlo membuat terkesan pelatih Inter saat itu, Mircea Lucescu. Ia pun digaet klub kaya kota Milan tersebut, dan itu membuat mimpinya jadi kenyataan.

"Waktu kecil aku fans Inter. Maka aku sungguh beruntung bisa dapat kesempatan bermain dengan mereka di awal karierku, dan mencapai mimpiku. Mimpiku itu adalah selalu bermain untuk Nerazzurri, dan meraih karier yang sukses dengan mereka," ungkap Pirlo.

Sayang, karier pria setinggi 177 cm itu di Inter malah tak menonjol. Ia gagal menembus skuat inti sehingga sempat dipinjamkan ke Reggina dan Brescia. Uniknya, di kedua klub tersebut ia malah bermain bagus dan selalu menjadi andalan.

Meski kariernya di Inter tak cemerlang, tapi Pirlo pun merasakan terwujudnya mimpi dia yang lain, yaitu bermain bersama idolanya, Roberto Baggio, yang pernah berseragam La Beneamata pada 1998-2000.

"Roberto Baggio akan selalu jadi idolaku selamanya. Aku selalu berharap suatu hari bisa menjadi seperti dia. Punya kesempatan bermain bareng dia di Inter adalah sesuatu yang takkan pernah kulupakan."

Di tahun 2001 Inter akhirnya melepas Pirlo, melegonya ke klub tetangga mereka, AC Milan, dan mereka mendapatkan uang, Cristian Brocchi dan Andres Guglielminpietro.

Presiden Inter Massimo Moratti bertahun-tahun kemudian menyadari bahwa keputusannya menjual Pirlo adalah sebuah kesalahan besar. Ia sampai menyebutnya sebagai sebuah penyesalan yang luar biasa, karena kelak Pirlo menjadi sangat hebat.

"Penyesalan terbesar dalam karier saya sebagai presiden Inter adalah menjual Pirlo ke Milan. Adalah keputusan saya yang melepas dia, dan itu jelas-jelas sebuah kesalahan besar," ungkap Moratti.

Piala Eropa U-21 tahun 2000 layak dicatat sebagai momentum seorang Andrea Pirlo. Menjadi kapten Italia, mengenakan kostum nomor 10, ia menjadi pemain terbaik, pencetak gol terbanyak, dan memimpin negaranya jadi juara.

Di final, Italia mengalahkan Republik Ceko dengan skor 2-1 di Bratislava, Slovakia. Dan Pirlo memborong kedua gol Azzurini di menit 42 dan 81. Gol keduanya menentukan kemenangan Italia. Tahukah bagaimana gol itu tercipta? Lewat tendangan bebas dari jarak 25 meter -- sesuatu yang kemudian menjadi salah satu trade mark Andrea Pirlo.

Pirlo mulai berseragam Rossoneri pada musim panas 2001, bertepatan dengan masuknya Carlo Ancelotti sebagai pelatih klub tersebut. Di tangan Ancelotti-lah Pirlo menjelma sebagai gelandang yang luar biasa. Deep-lying playmaker, begitu posisi terbaiknya. Dia tak punya kecepatan, tapi dunia telah mengakuinya sebagai salah satu pengumpan terjitu di permainan sepakbola, pengambil bola-bola mati yang mencengangkan, dan memiliki visi bermain yang mengagumkan.

"Mengoper bola kepada Andrea Pirlo sama seperti menyembunyikannya di tempat yang aman," demikian sebuah frase dari legenda sepakbola Polandia, Zbigniew Boniek.

Selama 10 tahun membela Milan, Pirlo menjadi Il Metronome, seperti sebuah instrumen yang menyelaraskan dan meningkatkan semua performa musik. Sebelumnya, rekan-rekannya menjuluki dia 'I'architetto' alias Sang Arsitek, karena umpan-umpan jauhnya kerap menciptakan peluang gol untuk timnas Italia.

Total, 401 kali Pirlo terlibat dalam pertandingan resmi Milan. Total, ada sembilan medali juara yang ia koleksi bersama Il Diavolo Rosso, termasuk dua scudetto, dua Liga Champions, dan satu Piala Super Eropa.

Pirlo sudah berseragam biru Italia sejak 1998 dan memimpin negaranya menjuarai Piala Eropa U-21 di tahun 2000 --- dan semifinal 2002. Ia juga mengikuti Olimpiade 2000 dan 2004 (medali perunggu).

Turnamen senior besar pertamanya adalah Euro 2004, dan ia menjadi pilar luar biasa Azzurri saat memenangi Piala Dunia 2006 di Jerman. Di pertandingan pertama melawan Ghana, ia mencetak gol pertama dan memberi assist buat Vincenzo Iaquinta. Italia menang 2-0, Pirlo jadi man of the match.

Sebuah sepak pojoknya di final disambut Marco Materazzi menjadi gol penyama, dan Italia juara setelah mengalahkan Prancis lewat adu penalti. Pirlo dinobatkan sebagai pemain terbaik nomor tiga, menjadi pengumpan terbaik (top assist), dan meraih Man of the Match Award karena tiga kali terpilih termasuk di semifinal dan final.

Setelah itu Pirlo pun menjadi pemain tak tergantikan di Italia. Di Piala Eropa 2012, ia kembali menyuguhkan performa yang luar biasa. Gol penaltinya ala Panenka ke gawang Inggris di babak perempatfinal menjadi hiburan tersendiri di turnamen tersebut.

Hingga kini Pirlo telah 116 kali membela negaranya dengan torehan 13 gol.

Setelah 10 tahun menjadi ikon Milan, Pirlo memutuskan mencari tantangan baru di tahun 2011. Milan pun seperti tidak gigih untuk mempertahankan dia. Maka perginya dia dari San Siro, berlabuh ke Turin bersama Juventus.

"Kalau kami saja menyesal, bagaimana Milan ya?" seloroh bos Inter, Massimo Moratti, merujuk pada Milan yang membiarkan Pirlo free transfer ke Juventus.

Dan kemampuan Pirlo belum pudar. Moratti bilang, performa Pirlo di musim pertamanya di Juve tetap cemerlang, seakan-akan dia bukan seorang pemain yang usianya sudah kepala tiga. "Si Nyonya Tua" menjadi juara Seri A. Pirlo tak bisa dipungkiri merupakan kunci utama kesuksesan tersebut.

Seusai Piala Eropa 2012, Pirlo mendadak berubah dengan memelihara berewok, sampai-sampai ia kini mendapat julukan baru: "Chuck Norris". Dasarnya tak banyak cakap, Pirlo hanya mengatakan bahwa dia senang memakai berewok. Tidak ada alasan lain.

Setelah memberi Juventus empat titel Scudetto, Pirlo memutuskan pergi dari tanah kelahirannya. Usianya sudah 36 tahun saat dia memilih bergabung dengan New York City pada 2015.

Tiga musim berseragam biru terang, Pirlo total menjalani 60 pertandingan di semua kompetisi dan menyumbangkan satu gol. Dia dapat banyak kritikan karena dinilain kurang berperan lini belakang timnya. Tapi peran dia soal pendistribusian bola masih sangat besar.

Pirlo bikin lima assist dari 13 pertandingan di musim debut di MLS, lalu di musim kedua dia membuat 11 assist untuk rekan-rekannya. Seiring perannya yang makin berkurang, Pirlo hanya melepaskan dua assist di musim terakhir.

Di lapangan, Pirlo terlihat sebagai laki-laki yang kalem, tidak terlalu ekspresif. Ia memang tidak perlu seperti itu karena yang ia "jual" adalah kemampuannya bermain bola.

"Andrea adalah seorang pemimpin yang sunyi (silent leader). Dia berbicara dengan kakinya," demikian Marcelo Lippi mendeskripsikan seorang Pirlo.

Di luar lapangan, Pirlo bukan figur yang terberitakan dengan gosip. Deborah Roversi, wanita yang sudah dikenalnya sejak remaja, ia nikahi di tahun 2001 saat mereka berusia 22 tahun. Dan hingga kini mereka relatif bebas gosip bersama dua anaknya: Nicolo (lahir di 2003) dan Angela (2006).

Pirlo punya kakak bernama Ivan, yang sewaktu kecil diyakini akan menjadi pesepakbola yang lebih baik. Namun, nasib berbicara lain. Ketika Andrea menjulang, Ivan cuma bisa bermain sampai level Serie C2.

Salah satu pernyataan merendah terbaiknya adalah ketika ia dinominasikan banyak orang untuk meraih penghargaan FIFA Ballon d'Or 2012. Menurut Pirlo, dirinya tak sebanding dengan Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

"Tidak. Ada Messi dan Ronaldo. Hampir mustahil berada di depan mereka. Mereka mencetak banyak gol. Aku rasa ini tak perlu dibahas," ujarnya.

Hide Ads