Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Umpan Silang

    Brendan Rodgers: Football Genius atau Hanya Beruntung?

    - detikSport
    Liverpool FC via Getty Images/John Powell Liverpool FC via Getty Images/John Powell
    Jakarta - Masih ingat poster yang kerap dibawa fan rival saat Manchester United bertanding musim lalu? Dengan gambar David Moyes besar-besar, ditulislah frase "Football Genius" di sebelahnya. Sayangnya, itu sama sekali bukan pujian buat eks manajer Everton tersebut.

    "Football genius" alias jenius sepakbola yang dilekatkan pada Moyes lebih merupakan sindiran akibat hasil-hasil buruk yang didapat United sepeninggal Sir Alex Ferguson. Bobroknya capaian Red Devils di bawah asuhan Moyes pada musim 2013/14 langsung saja ditimpakan pada pria Skotlandia itu.

    Musim ini, ada satu orang yang berpotensi dilabeli julukan tersebut. Siapa dia? Manajer Liverpool, Brendan Rodgers. Alasannya, The Reds saat ini sedang babak belur di liga dan juga Liga Champion. Dari total 13 laga di dua ajang tersebut, Steven Gerrard sudah menderita 7 kekalahan dan 2 kali imbang.

    Hasil ini berbalik 180 derajat dari pencapaian musim lalu di mana Liverpool nyaris menjuarai Premier League sebelum finis di posisi runner-up. Padahal Rodgers menghabiskan dana sebesar 130 juta pound lebih di bursa transfer. Uang sebesar itu berubah wujud dalam bentuk sembilan pemain baru Liverpool, dengan satu di antaranya dipinjamkan kembali ke klub asal.

    Menghabiskan uang banyak & terseok-seok di papan klasemen, Rodgers langsung dijadikan bahan olok-olok. Pasalnya musim lalu mulutnya sempat nyinyir mengomentari Tottenham Hotspur yang membelanjakan lebih dari 100 juta pound tapi susah payah mendapatkan tiket ke Europa League.

    "Dengan dana belanja lebih dari 100 juta pound, sebuah tim seharusnya bersaing di jalur perebutan juara," begitu kata Rodgers tentang Spurs saat itu. Kata-kata yang kini berbalik kepadanya.

    Pekan kedua saja Liverpool sudah menelan kekalahan. Tapi lawan yang dihadapi saat itu, Manchester City, adalah juara bertahan sekaligus diperkuat pemain-pemain mahal, sehingga kekalahan di Etihad Stadium bisa dimaklumi. Tapi begitu Aston Villa, West Ham United dan terakhir Newcastle United bisa mengalahkan The Reds, semakin nyata terlihat bahwa Rodgers menghadapi masalah.

    Blunder Transfer

    Orang dengan mudah menghubungkan melorotnya performa Liverpool musim ini dengan penjualan Luis Suarez. Bukan kebetulan pula bila menterengnya performa Liverpool musim lalu didominasi oleh aksi El Pistolero. Torehan 31 gol plus sederet assist & hadiah penalti yang disebabkan oleh akselerasinya membantu Liverpool membuat 101 gol musim lalu.

    Hengkangnya Suarez ke Barcelona berarti Liverpool kehilangan sosok yang berandil terhadap setidaknya sepertiga gol musim lalu. Namun menghubungkan melorotnya ketajaman Liverpool musim ini semata-mata pada kepergian Suarez tentu saja terlalu menyederhanakan masalah. Persoalannya lebih dari itu.

    Ya, penjualan Suarez merupakan kehilangan besar bagi Liverpool. Namun Suarez membuat kas klub terisi dana segar sebesar 70 juta pound yang dapat digunakan Rodgers untuk memperkuat skuat. Ditambah penggawa lama dan sejumlah pemain muda yang dijual murah, Rodgers punya dukungan dana berlimpah untuk belanja pemain di bursa transfer.

    Di sinilah letak blunder pertama Rodgers di musim 2014/15. Saat berbelanja di musim panas lalu, Rodgers lebih menekankan pada stok pemain demi kedalaman skuat ketimbang menambal kepergian Suarez. Sungguh mengherankan ketika bursa transfer sudah hampir habis, tak ada satu striker top pun yang didatangkan ke Anfield. Sampai akhirnya Mario Balotelli merapat.



    Okelah, Balotelli berstatus striker utama timnas Italia di Piala Dunia 2014 saat diboyong Liverpool. Tanpa bermaksud menilai rendah, tapi pemain ini "dibuang" Manchester City ke AC Milan. Sebelum dibeli Liverpool, Balotelli sudah lebih dulu "dibuang" dari tim oleh Filippo Inzaghi. Adriano Galliani bahkan secara terang-terangan mengakui dirinya tak menginginkan sang striker di Milan, mengumpamakannya sebagai sebuah apel busuk.

    Balotelli sebagai pengganti Suarez? Fan paling awam pun tahu keduanya tipe pemain yang sangat berbeda. Ketika Suarez rajin menerobos ketatnya pertahanan lawan dengan gocekan maut, Balotelli sudah merasa cukup hanya memantulkan umpan rekannya ke pemain lain. Alih-alih membongkar benteng lawan dengan akselerasi individu, ia lebih suka menunggu bola matang di muka gawang. Meski usianya jauh lebih muda, namun Balotelli tak ubahnya Rickie Lambert dalam hal ini.

    Musim lalu, Rodgers kerap mengeluhkan tipisnya skuat yang ia punya. Di sektor fullback dan penyerang hal itu mungkin ada benarnya. Tapi bagaimana dengan pos bek tengah? Rodgers sudah punya Daniel Agger, Martin Skrtel, Kolo Toure, Mamadou Sakho, ditambah Tiago Ilori dan Sebastian Coates. Masih belum puas, Dejan Lovren didatangkan dengan harga mahal plus mengorbankan wakil kapten, Agger. Sejauh ini Lovren justru menjadi rekrutan terburuk.

    Ringkasnya, strategi transfer Rodgers di awal musim berandil besar terhadap memblenya performa Liverpool kali ini. Rodgers gagal menghadirkan sosok sekelas Suarez yang dengan semangat garra charrua-nya dapat mengangkat permainan tim sekaligus menimbulkan ketakutan di kubu lawan. Seorang team player, world class player.

    Strategi nan Kaku

    Ini lantas diperburuk dengan blunder kedua: Kengototan Rodgers memakai satu skema yang secara konsisten menyuguhkan permainan ala kadarnya dari Liverpool. Ketika Glen Johnson dan Lovren tampil di bawah form, ia tak juga mau melirik bangku cadangan untuk mencoba Javier Manquillo dan Kolo Toure. Bahkan setelah dua nama terakhir bermain impresif di kandang Real Madrid, pendirian Rodgers tak tergoyahkan.

    Pun begitu dengan penempatan Balotelli sebagai striker tunggal sejak Daniel Sturridge cedera. Selama beberapa partai, taktik ini gagal menghadirkan ketajaman Balotelli, namun Rodgers tetap kukuh memakainya.

    Tidak bisa dimengerti kenapa ia tak tertarik mencoba duet Fabio Borini-Balotelli sejak menit awal, atau sekali-kali mengistirahatkan Balotelli dan menduetkan Borini-Lambert, atau variasi lain demi memperoleh ketajaman yang diinginkan.



    Demikian pula dengan pemilihan pemain di lini tengah yang itu-itu saja tanpa variasi. Padahal di sektor itu Rodgers membeli Lazar Markovic, Emre Can dan Adam Lallana. Dua nama pertama punya pengalaman di Liga Champions, tapi itu tak cukup bagi Rodgers untuk mengandalkan mereka di level Eropa. Sama halnya Rodgers hanya percaya pada Steven Gerrard untuk pos defensive midfielder.

    Di titik inilah orang lantas menilai Rodgers sebenarnya bukanlah seorang peramu taktik andal. Ia hanya beruntung mempunyai Suarez di dalam timnya musim lalu. Suarez yang dendam terhadap perlakuan buruk FA dan pers Inggris sejak ia berkarier di Liverpool membalas dengan permainan menawan di atas lapangan. Ia pun memborong penghargaan individual di akhir musim, lalu pindah ke Barcelona setelah membuat Inggris pulang lebih cepat dari Piala Dunia 2014.

    "Football genius" (dengan tanda kutip) atau football genius (tanpa tanda kutip), Rodgers masih puniya sisa 27 pekan untuk membuktikannya. Dimulai dari laga tandang ke markas Crystal Palace akhir pekan ini.

    ====

    *Penulis adalah fan Liverpool FC, pengelola blog iniLiverpool.com. Berkicau mengenai berbagai hal di akun Twitter personalnya, @bungeko_

    (roz/a2s)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game