Poch, Oh Poch

Kalau saja akhir pekan depan Leicester City kalah dari Norwich dan Tottenham Hotspur menang atas Swansea, kami sih kepinginnya kompetisi Premier League … langsung ditutup.
Buat Anda yang bukan penggemar Spurs, mungkin Anda tak pernah tahu apa yang ada di dalam hati kami saat ini. Bahwa Spurs pernah juga lho jadi juara, mungkin tak banyak dari Anda yang (mau) tahu juga. Wajar, klub ini juara lebih dari setengah abad (catat: setengah abad!) yang silam – ketika bapak atau paman Anda masih bocah. Atau jangan-jangan Anda sudah lahir juga waktu itu? Hehehe....
Dan sekarang, sudah melewati 26 pertandingan, tim ini ada di peringkat kedua. Sekali lagi, Anda pasti tidak betul-betul merasakan apa yang sedang kami rasakan -- kecuali bunyi jantung ini yang kedengaran mencelat sampai ke luar dada.
Sialnya, di atas kami masih ada Leicester City. Saya yakin, Anda suporter Man Utd, Man City, Arsenal, Liverpool, atau Chelsea, akan lebih rela kalau Leicester atau Spurs yang jadi juara -- daripada salah satu rival Anda yang mengangkat trofi, dan kemudian mereka meledek tim hebat Anda itu. Fans MU, misalnya, pasti akan ikhlas-ikhlas saja di-bully suporter Leicester atau Spurs ketimbang kalau City yang jadi juara. Ayolah, mengaku saja :D
Sialnya juga, Leicester adalah pesaing yang berat buat Spurs dalam urusan "emosi". Spurs sudah pasti tidak didukung fans klub-klub London yang lain – apalagi, ehem-ehem, The Gunners. Tapi Leicester? Mengutip Paulo Coelho dalam buku "Sang Alkemis", alam semesta pun bersedia mendukung mereka jadi juara --asalkan bukan yang itu lagi itu lagi. Wajar, kisah Leicester jauh lebih menarik simpati ketimbang Tottenham bukan? Hehehe....
Tapi sebagai suporter The Lilywhites, inilah kesempatan besar kami untuk melagukan sebuah chant yang sesungguhnya bukan chant milik satu klub itu saja: "Glory Glory Tottenham Hotspur… Glory Glory Tottenham Hotspur …"
Faktor Pochettino
Memasuki musim 2015/2016 ada pesimisme tersendiri ketika Spurs lebih banyak melepas (33) daripada membeli (12) pemain baru. Dijualnya Paulinho, Benjamin Stamboulli, dan Etienne Capoue membuat stok sektor tengah menipis, dengan menyisakan Ryan Mason dan Nabil Bentaleb sebagai gelandang bertahan.
Namun, tak disangka-sangka, Mauricio Pochettino menjalankan ide cemerlang yang tidak dilakukannya musim lalu, yakni dengan mengubah posisi Eric Dier dari bek menjadi defensive midfielder. Dan Dier menemukan jati dirinya di posisi itu, sampai-sampai Roy Hodgson pun kesemsem dengan penampilannya, dan memanggil orang ini ke timnas Inggris.
Mousa Dembele yang sempat dikucilkan oleh Poch di musim lalu, karena blundernya melawan West Ham, akhirnya diampuni. Oleh Poch, Dembele dan Dier telah diubah data akta kelahirannya menjadi musim ini.
Pun di sektor belakang yang dipangkas Poch secara perlahan namun pasti. Eks kapten dan pemain idola White Hart Lane, Michael Dawson dilepas. Begitu pula dengan kapten berikutnya, Younes Kaboul, dijual bersamaan dengan bek Rumania Vlad Chiriches. Bahkan sampai rekan senegaranya, Federico Fazio, tidak masuk dalam rencana. Poch tampaknya puas dengan rekrutan barunya, Toby Alderweireld dan Kevin Wimmer.
Sejujurnya -- setidaknya dari kekhawatiran kami --, Pochettino datang di masa yang sangat berat karena Spurs sedang membangun stadion baru seharga 400 juta poundsterling, yang mana itu pasti akan melukai pos pengeluaran klub. Itu sebabnya, big boss si orang yahudi itu, Daniel Levy, tak sungkan-sungkan menawarkan kontrak lima tahun kepada Poch. Ia tak pernah melakukannya kepada Harry Redknapp atau Andre Villas Boas, misalnya, karena Levy tahu Pochettino bisa memoles pemain-pemainnya ketimbang sekadar membeli pemain yang sudah jadi. Poch baru-baru pun membuat pernyataan bahwa dia ingin membangun dinasti Spurs dari kalangan pemain mudanya. We love you, Poch.
Maaf kalau kami memang takjub. Tapi orang Argentina ini memang menawan dan rupawan buat kami. Kalem, ngganteng, punya kharisma, dan tentu saja figur pelatih yang andal. Yang membanggakannya lagi, sejak di Spurs dia sudah lebih fasih berbahasa Inggris dan tak lagi memerlukan penerjemah dalam setiap konferensi pers, tidak seperti ketika satu setengah tahun membesut Southampton.
Itulah yang membuat kami sebal waktu mendengar Poch masuk daftar target Manchester United. Setelah Teddy Sheringham, Michael Carrick, dan Dimitar Berbatov, plus isu mengincar Gareth Bale lalu Harry Kane pula, kenapa sih mereka senang betul mengacak-acak tatanan kami? Hehehe.... Belum lagi rumor Chelsea dan Real Madrid pun sedang menjajakinya.
Poch, oh, Poch. Anda sudah tepat dengan melego Andros Townsend ke Newcaslte United, karena dia tidak menghormati dan ribut dengan pelatih fisik Nathan Gardiner. Itu mungkin alasan Anda belum percaya pada pemain berbakat lain seperti Milos Veljkovic, Ismail Azzaoui, dan Shaquille Coulthirst, karena konon mereka punya masalah dengan kedisiplinan. Anda sudah menyenangkan kami sejauh ini, kami yang sudah terlalu lama fakir gelar liga, dan setiap musim hanya berstatus "kuda hitam" ketimbang "kandidat" juara.
Makanya, Poch, tolong jangan dulu tergoda oleh usikan media dan tawaran-tawaran supermanis itu. Kami tak ingin kejadian musim 2011/2012 terulang, ketika Spurs hampir menembus zona Liga Champions, namun gagal karena Tuan Redknapp terusik dengan isu pelatih timnas Inggris, dan Spurs kehilangan konsentrasi dan harus puas di peringkat keempat, bersamaan dengan Chelsea jadi juara Liga Champions, yang membuat Spurs terdepak dari kualifikasi Liga Champions.
Semoga, dan kami yakin, Poch tidak gampang terusik dan bersedia melanjutkan misi membangun dinasti itu di sini. Yuk ah, jalannya sudah lebih dekat sekarang. Kami bahagia betul sudah dibikin berdebar-debar seperti sekarang.
====
* Flaming Iskandar adalah presiden komunitas Indospurs [@IndoSpurs] periode 2007-2015. Akun twitter: @flaming101
* Andi Sururi adalah redaktur pelaksana detiksport, fans Tottenham sejak dulu. Akun twitter: @sururi10