Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Umpan Silang

    Menanti Hat-trick Prancis di Eropa

    Eko Nurhuda - detikSport
    Foto: REUTERS/Christian Hartmann Foto: REUTERS/Christian Hartmann
    Jakarta - Berstatus tuan rumah, diperkuat pemain-pemain top Eropa, diarsiteki eks juara Euro dan juara dunia, sudah cukupkah modal Prancis untuk dijagokan sebagai juara 2016? Agak tidak meyakinkan memang, tapi setidak-tidaknya sudah ada pertanda ke arah sana.

    Hasil seri tanpa gol kontra Swiss di Stade Pierre-Mauroy memastikan posisi Prancis sebagai juara Grup A. Hugo Lloris cs. lolos ke fase knock-out dengan koleksi poin tujuh hasil dua kali menang dan sekali seri. Tak terkalahkan.

    Catatan gol pun terbilang bagus. Prancis mencetak empat gol dan hanya kebobolan sekali. Kalau tidak karena eksekusi penalti yang diderita saat melawan Rumania, rasa-rasanya gawang Lloris masih perawan hingga saat ini.

    Lalu di mana pertandanya? Di dua pertandingan awal.

    Kemenangan beruntun yang diraih skuat asuhan Didier Deschamps di dua laga awal grup merupakan sebuah catatan istimewa. Dari sembilan partisipasi di putaran final Euro, ini kali ketiga Prancis memenangi dua partai pertama fase grup. Nah, pada dua kesempatan sebelumnya Les Bleus mengakhiri kompetisi sebagai juara.

    Sejak menjadi tuan rumah di gelaran perdana pada 1960, Prancis tak pernah lagi mencicipi atmosfer putaran final Euro hingga kembali ditunjuk sebagai tuan rumah pada 1984. Itu artinya, selama 24 tahun mereka tidak sekalipun berpartisipasi di Euro. Lebih tegasnya lagi, Prancis selalu gagal melalui babak kualifikasi dan hanya lolos sebagai tuan rumah.

    Toh, Prancis tetap menjadi ancaman. Di Euro 1960 yang format kompetisinya masih babak knock-out dari awal hingga akhir, posisi empat besar sukses diraih. Sepanjang perjalanannya Les Bleus membantai Yunani dengan skor agregat 8-2, lalu menghajar Austria 9-4.

    Masa itu putaran final hanya diikuti oleh empat tim. Secara otomatis kompetisi langsung digelar dari babak semifinal. Prancis sebagai representasi Eropa Barat, dikepung tiga raksasa Eropa Timur: Yugoslavia, Uni Soviet dan Cekoslowakia. Hasil undian mempertemukan Prancis dengan Yugoslavia. Sebuah pertandingan ketat terjadi. Prancis sempat memimpin 4-2 hingga menit 74, namun tiga gol yang menjebol gawang Georges Lamia pada menit ke-75, 78 dan 79 membuat skor akhir menjadi 4-5 untuk kemenangan Yugoslavia.

    Pertunjukan Michel Platini

    Sejak itu, Prancis tak pernah bisa menembus putaran final Euro. Barulah ketika UEFA kembali memberi mandat sebagai tuan rumah pada 1984, nama Prancis ada dalam daftar peserta. Sebuah momentum yang tidak disia-siakan oleh tim "Ayam Jantan". Mereka ingin melanjutkan euforia usai mencapai semifinal Piala Dunia 1982.

    Diarsiteki oleh eks pemain AS Monaco, Michel Hidalgo, skuat Prancis saat itu diisi oleh mayoritas pemain liga lokal. Hanya Michel Platini seorang yang merumput di luar negeri. Ya, fans Juventus tak perlu diberi tahu soal ini. Dalam perjalanannya, Platini seolah-olah seorang diri membawa negaranya menjuarai Euro 1984.
    Foto: AFP

    Prancis tergabung di Grup 1 bersama Denmark, Belgia dan Yugoslavia. Di Grup 2 ada Spanyol, Portugal, Jerman Timur dan Rumania. Hanya delapan tim, sama seperti perhelatan empat tahun sebelumnya di Italia di mana kali pertama putaran final Euro memakai format grup dengan sistem setengah kompetisi.

    Platini langsung menunjukkan pengaruhnya di pertandingan pertama. Gol tunggalnya menjadi penentu kemenangan atas Denmark. Di pertandingan kedua, Platini mencetak hat-trick dan mengantar Prancis menang telak 5-0 atas Belgia. Belum cukup dengan satu hat-trick, striker Juventus tersebut kembali mencetak tiga gol ke gawang Yugoslavia di partai pamungkas yang berakhir 3-2.

    Sebuah awal sempurna. Prancis jadi satu-satunya kontestan yang memenangkan tiga pertandingan grup, paling banyak mencetak gol, serta memiliki selisih gol paling bagus di antara seluruh kontestan. Tapi ujian sesungguhnya bagi tuan rumah baru tersaji di semifinal.

    Menghadapi Portugal yang lolos sebagai runner-up Grup 2, Prancis harus menentukan kemenangan pada menit ke-119. Unggul lebih dahulu di babak pertama lewat gol Jean-Francois Domergue, balasan Portugal di babak kedua melalui Rui Jordao memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak ekstra 2x15 menit. Jordao berbalik membawa Portugal unggul 2-1 di menit ke-98. Domergue menyamakan skor enam menit berselang, dan gol Platini semenit jelang babak ekstra berakhir mengantar Prancis ke final.

    Di laga puncak, Spanyol telah menunggu. Akan tetapi Prancis tampil baik. Setelah sempat berjalan ketat di babak pertama,Platini membawatimnya unggul 1-0 pada menit ke-57. GolBrunoBellone pada menit terakhir menjadi pelengkap pesta. Trofi mayor pertama bagi Prancis.
    Foto: David Cannon/Getty Images

    Gol Emas di Rotterdam

    Keberhasilan menjuarai Euro 1984 dilanjutkan dengan torehan prestisius lain, yakni peringkat tiga Piala Dunia 1986. Rentetan hasil bagus ini membuat Prancis di era Platini masuk dalam daftar negara kuat sepakbola dunia. Dan butuh waktu 14 tahun untuk kembali melihat Prancis mengusung trofi juara.

    Prancis absen di Euro 1988, dan baru kembali berpartisipasi empat tahun setelahnya. Itupun langsung tersingkir di fase grup karena selalu gagal meraih kemenangan. Usai seri melawan tuan rumah Swedia dan Denmark, Les Bleus dikalahkan Inggris sehingga harus puas berada di peringkat tiga Grup 1.

    Euro 1996 jadi awal kebangkitan Prancis. Dimotori Deschamp sebagai kapten, "Si Biru" sukses melaju hingga ke semifinal. Hanya kekalahan adu penalti melawan Cekoslowakia yang menghentikan langkah Tim Ayam Jantan ke final.

    Pemain-pemain muda yang kelak menjadi bintang mulai dilibatkan dalam tim. Zinedine Zidane masih berusia 23 tahun saat itu. Lilian Thuram, Christophe Dugarry, dan Fabien Barthez sama-sama 24 tahun, sedangkan Christian Karembeu 25 tahun. Nama-nama tersebut adalah tulang punggung Prancis ketika memenangi Piala Dunia 1998 dan Euro 2000 di Belgia-Belanda.

    Kampanye juara di tahun 2000 diawali dengan kemenangan 3-0 atas Denmark, dilanjutkan menekuk Republik Ceko 2-1. Ya, dua kemenangan beruntun di dua pertandingan awal. Meski harus mengakui keunggulan tuan rumah Belanda di partai pamungkas, Prancis tetap lolos ke fase gugur sebagai runner-up Grup D.

    Di perempatfinal, Spanyol dikalahkan dengan skor tipis 2-1. Gol Zidane dan Youri Djorkaeff hanya bisa dibalas eksekusi penalti Gaizka Mendieta. Skor serupa terulang di semifinal menghadapi Portugal. Kali ini lebih dramatis karena kemenangan harus ditentukan oleh gol emas Zidane melalui titik putih pada menit ke-117.

    Pada akhirnya gol emas yang menghadirkan medali emas sekaligus trofi juara bagi Prancis. Menghadapi Italia di final, Les Bleus boleh dikata dipayungi keberuntungan berkat kerja keras mereka sepanjang laga. Wasit Anders Frisk sudah bersiap-siap meniup peluit panjang ketika Sylvain Wiltord membobol gawang Francesco Toldo pada menit ketiga injury time untuk membalas gol Marco Delvecchio.

    Babak ekstra kembali digelar. Dengan aturan gol emas alias sudden death, sehingga begitu salah satu tim mencetak gol pertandingan otomatis berakhir. Menit ke-103, David Trezeguet yang masuk menggantikan Djorkaeff di pertengahan babak kedua sukses mengecoh Toldo. Suporter Prancis yang memadati Feijenoord Stadion, Rotterdam, bersorak melihat timnya unggul 2-1.
    Foto: Ben Radford /Allsport

    Deschamps Masih Bingung

    Tahun ini Prancis kembali menorehkan kemenangan beruntun di dua laga awal fase grup. Akankah Deschamps kembali mengangkat trofi juara Euro? Ini yang menarik dinantikan.

    Satu hal yang membuat Prancis agak tidak meyakinkan, dua kemenangan di Grup A Euro 2016 ditentukan pada menit-menit terakhir. Menghadapi Rumania, Lloris cs. harus menunggu hingga menit ke-57 untuk mencetak gol. Itu pun langsung dibalas oleh penalti Bogdan Stancu tak sampai 10 menit setelahnya. Kalau saja Dimitri Payet tak mengecoh Ciprian Tatarusanu pada menit ke-89, skor akhir bakal imbang 1-1.

    Aksi lebih tidak meyakinkan diperlihatkan pada laga melawan Albania. Sekedar mengingatkan, Albania adalah debutan di Euro. Ini bahkan merupakan kali pertama negara eks koloni Kekhalifahan Turki Utsmani lolos ke putaran final kompetisi mayor. Toh, Lorik Cana cs. sukses menahan gempuran Prancis selama 90 menit penuh. Beruntung Prancis punya Antoine Griezmann yang jeli melihat celah di pertahanan Albania tepat di menit terakhir. Sundulannya membuat pertahanan lawan runtuh, sehingga gol kedua lahir dari Payet. Skor akhir 2-0.
    Foto: REUTERS/Yves Herman

    Belum cukup? Tambahkan pertandingan melawan Swiss. Jika saat melawan Albania tak satupun pemain Prancis yang melakukan shot on target selama satu jam bertanding, menghadapi Swiss catatan hampir sama terulang. Jumlah tembakan tepat sasaran Lloris cs. di tiga pertandingan hanya berjumlah 11 dari total 50 percobaan. Sangat tidak efektif.

    Hal lain yang tak kalah penting, mengutip pendapat Thierry Henry di BBC, Prancis lolos ke fase knock-out tanpa mengetahui starting XI terbaiknya. Tidak salah. Sejauh ini Deschamps hanya pakem pada lini belakang. Ia tak pernah mengotak-atik kuartet Bacary Sagna-Adil Rami-Laurent Koscielny-Patrice Evra. Namun dari tengah ke depan posisi starter selalu berganti-ganti.

    Ini berbeda dengan Hidalgo di Euro 1984 dan Roger Lemerre di Euro 2000. Keduanya punya winning team yang ajeg dari satu pertandingan ke pertandingan berikutnya. Starting XI berubah hanya jika pemain andalan terkena suspensi atau cedera. Tambahan lagi, dalam dua kesempatan terdahulu Prancis selalu punya sosok berpengaruh sebagai motor tim. Hidalgo punya Platini di tahun 1984, lalu Deschamps dijagokan Lemerre di tahun 2000. Siapa pemimpin Prancis kali ini? Belum kelihatan.

    So, akankah Prancis meraih titel Eropa ketiga mereka tahun ini? Waktu yang akan memberi jawaban.
    Foto: AFP


    =======

    * Penulis adalah blogger, penyuka sepak bola dan peminat sejarah. Sehari-hari berkicau di akun Twitter @bungeko_

    (a2s/din)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game