Masukkan kata pencarian minimal 3 karakter
Searching.. Please Wait
    Umpan Silang

    Bentrok Bir dan Vodka di Negeri Wine

    Fajar Rahman - detikSport
    Foto: REUTERS/Jean-Paul Pelissier Foto: REUTERS/Jean-Paul Pelissier
    Jakarta - Euro 2016 Prancis. Tuan rumah dengan keramahannya yang dikenal elok itu menyuguhkan wine. Inggris dengan gaya mabuk dan mentang-mentang, datang dengan bir kalengan di tangan. Tapi Inggris yang merasa menjadi penguasa, termasuk dalam urusan sepak bola, tak lihat-lihat situasi. Mereka salah senggol dengan menyentil Russia yang terbiasa minum vodka.

    Bisa saja gambaran di atas cocok untuk mengurai musabab bentrokan di Marseille lalu. Bentrokan yang dikarenakan gesekan budaya.

    Sepintas, bentrokan itu terlihat mengatasnamakan sepakbola dan negara. Karena terjadi sebelum dan saat pertandingan. Paling-paling penyulutnya juga sama saja dengan di Indonesia, saling ejek dan ajakan membunuh melalui chant macam, "Bantai!" atau "Dibunuh saja!".

    Tapi akan terasa naif juga kalau mengatakan demikian. Sebab katanya sepakbola itu mempersatukan negara-negara. Dalam sebuah pertandingan yang saling jegal dan mengalahkan saja masih diberi tajuk "laga persahabatan", apalagi event seperti Euro 2016. Sepakbola diposisikan sebagai alat pemersatu. Sedikit berdosa dengan sepakbola malah jika kita menuduh adu banyak bola masuk gawang ini sebagai biang keroknya.

    Jika hendak ditakar lebih dalam, dapat dibilang kalau bentrokan itu adalah karena gesekan budaya. Sepakbola memang sedang apes saja -- atau malah sudah biasa karena seringnya --, diwarnai bentrokan antarsuporter. Dan, sebagai pengiris dan pengurai yang cukup mendekati dari gesekan budaya itu adalah: budaya minum.

    Tapi bukan berarti bentrokan di luar dan berlanjut di dalam stadion ini dikarenakan minuman keras (miras). Di regulasi stadion penyelenggaraan Euro juga jelas disebutkan kalau miras dilarang beredar di area stadion, apalagi masuk. Alkohol dicekal.

    Kalau menganggapnya karena efek alkohol, malah seperti cekaknya nalar para perancang undang-undang Larangan Minuman Beralkohol 2015 lalu. Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa pelarangan dan pembatasan miras itu "...menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol".

    Gagal paham, gagal pasal. Karena perancang undang-undang DPR kita itu tidak bisa membedakan antara peminum dan pemabuk. Mungkin, dengan bentrokan suporter Inggris lawan suporter Rusia di Prancis ini bisa sedikit memanjangkan pola pikir mereka. Agar tak terbatas dalam lingkar otak yang makin menyempit karena cekokan agama itu.

    Belajar dari bentrokan itu, maka dapat dikatakan bahwa Inggris adalah pemabuk dan Rusia adalah peminum.

    Urusan budaya minum, Inggris sebenarnya lebih dikenal dengan minuman nonalkohol: budaya minum teh untuk menjamu tamu, santai, nyore, atau teman dalam bergelut dengan tumpukan buku dan literasi. Sting bahkan mengabadikan budaya minum teh bangsanya tersebut dalam lagu legendarisnya, Englishman in New York. Lagu Indah yang langsung dibuka dengan baris penahbisan, "I don't drink coffee. I take tea, my dear".

    Bolehlah dibilang, teh itu sebenarnya jalan hidup Inggris, sementara bir adalah gaya hidup.



    Ini hampir sama dengan masyarakat kota-kota besar di Indonesia yang mulai terjamuri Beer House. Bergaya hidup nongkrong di cafe atau bar, memesan bir dalam ukuran tower dengan patungan. Sementara jalan hidup mereka sehari-hari adalah nongkrong di warung kopi dengan rokok ketengan. Maka tak heran jika mereka minum sedikit saja sudah merasa sok mabuk.

    Dengan bir saja Englishman ini sudah bergaya sok jago. Padahal, Bir Facts (2003) pernah menyebut bahwa budaya kekuatan British dalam menenggak bir itu terendah di Eropa. Alkohol dari minuman dengan sistem peragian lambat yang berasal dan beredar di British hanya berada di kisaran 4% ke bawah.

    Sama halnya dengan di sepakbola. Inggris yang kekuatan tim nasionalnya hanya segitu-gitu melulu ini masih mabuk harga diri urusan siapa penemu olahraga ini.

    Pengakuan sebagai negara penemu sepakbola masih terus dilestarikan ke dunia hingga kini. Diselundupkan melalui propaganda dalam peraturan sepakbola. Lihat saja keputusan baru Law of The Game FIFA ini masihlah harus datang dari dan disetujui oleh IFAB yang terdiri dari British country (Inggris, Skotlandia, Wales serta Irlandia Utara). FIFA masih harus kulonuwun dulu kepada British jika ingin memembaharui aturan bola.

    Sementara Rusia, mereka peminum. Vodka adalah minuman penghangat bagi bangsa yang tinggal dekat dengan Kutub Utara tersebut. Kadar alkohol minuman ini bisa sepuluh kali lipat lebih dari bir Inggris tadi, namun mereka menjadikannya sebagai penghangat dalam menjalani keseharian hidup bersama dinginnya cuaca.

    Rusia dan negara-negara pecahan Uni Soviet lainnya terbiasa minum vodka bukan dengan tujuan mabuk. Melainkan sebagai penghangat. Karena hanya dengan sekali shot saja sudah terasa keras dan panasnya. Mereka tak perlu puluhan gelas dan berkaleng-kaleng macam bir. Maka tak heran jika Rusia terbawa dengan vodka, sedikit saja tersenggol, sudah bereaksi.

    Para peminum sadar akan fungsi dan efek dari apa yang ditenggaknya. Peminum akan tahu kapan saatnya berhenti agar tetap kontrol. Siap dengan responsibility (tanggung jawab) dan sadar risiko.



    Pemabuk? Ah, sedikit saja sudah meracau dan berjalan sempoyongan, padahal juga lebih banyak dibuat-buat demi menaikkan gengsi. Pemabuk akan tanpa kontrol dan berkali-kali tenggak hingga mabuk. Ya, karena memang mabuk adalah tujuan.

    Rusia peminum, Inggris pemabuk, sementara Prancis adalah tuan rumah yang elegan. Prancis menyuguhkan wine beserta hidangan. Mau sebagai pembuka atau penutup hidangan, akan dipersilakan dengan senyuman. Makin asik menikmati minuman beralkohol ini jika sesuai saran, dengan cara minum yang nyeni: memutar-mutar gelas terlebih dahulu sebelum menghirup aromanya pelan-pelan saat menenggaknya.

    Lalu, Bung yang timnasnya lagi nganggur, pilih yang mana di Euro 2016 ini; peminum, pemabuk atau tuan rumah? Jika peminum dan pemabuk itu masih harap-harap cemas, maka tuan rumah dengan botolan anggur klasik-lah yang sudah memastikan lolos dari fase grup.



    Sang tuan rumah juga menyiapkan anggur yang tak kalah berkelasnya. Jenis wine dari salah satu propinsi mereka sebagai penanda perayaan juara. Anggur yang diperebutkan dalam banyak kompetisi. Jenis wine yang ditunggu, meski hanya untuk dinikmati buih hasil muncratannya saja: sampanye.

    Saya sih sementara ini pilih tim anggur saja. Daripada yang nganggur.

    =====

    * Penulis adalah seorang mantan; mantan jurnalis media sepakbola online yang lama bertugas di Surabaya, dan mantan Website Content Manager laman resmi Persib Bandung 2013/2014. Kini menetap di Yogyakarta bersama Gantigol. Sudah dua kali terlibat dalam buku 'keroyokan': Brazilian Football and Their Enemies (2014) dan Sepakbola 2.0 (2016). Bercita-cita bikin buku bola sendiri, tanpa main keroyokan lagi. Beredar di dunia maya dengan akun twitter: @fjrhman

    (roz/roz)
    Kontak Informasi Detikcom
    Redaksi: redaksi[at]detik.com
    Media Partner: promosi[at]detik.com
    Iklan: sales[at]detik.com
    More About the Game