Menguji Loyalitas Loyalis Arsenal

Pangeran Siahaan dalam esainya yang berjudul Malam Terang di Jakabaring menuliskan 'Anda tidak memilih klub Anda, tapi tetapi klub tersebut memilih Anda'.
Pernyataan pria yang akrab disapa Pange itu betul adanya. Semenjak terlahir di dunia, seakan kita sudah dinobatkan menjadi pendukung salah satu klub. Kita bagaikan tengah memakai topi di serial Harry Potter. Topi itu lantas berbicara dan memutuskan: Heri akan mendukung tim A. Ron menjadi suporter tim B. Hermi akan jadi fans garis keras tim C pada usia 25 tahun nanti.
Seolah-olah klub sepakbola favorit ada di antara rezeki, jodoh, dan kematian yang sudah menjadi takdir setiap insan. Dan tentu kita tidak bisa mengelaknya. Meski terpisah ribuan kilometer, walau tak ada hubungan kedekatan baik secara geografis dan historis, namun bila kita sudah ditetapkan sebagai pendukung tim A, ya jalani saja hidup sebagai suporter tim A.
Baca juga: Arteta Sampai Pusing Mikirin Arsenal |
Bagaimana jika Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil menambahkan satu kolom di e-KTP? Kolom itu tertulis 'Klub favorit'. Kolom klub favorit harus terisi, tidak boleh tidak. Jika kosong maka eksistensi sebagai warga negara tidak dianggap.
Pandangan pertama dengan klub Anda akan selalu terpatri di benak sanubari. Sejumlah orang mulai jatuh cinta ketika klubnya mengangkat trofi yang saban hari sering disebut glory hunter, namun sebagian lainnya kepincut saat bermain konsol game. Garis takdir itu lah yang menjadi dasar kesetiaan manusia akan klubnya masing-masing. Seperti halnya fans Arsenal.
Tim yang bermarkas di London itu mempunyai basis suporter yang cukup besar. Sangat mudah menemukan fans Arsenal dari berbagai belahan dunia di internet dan kehidupan sehari-hari. Fans Arsenal terbilang cukup setia dengan The Gunners.
Meski terakhir kali memenangkan Liga Inggris pada 2003/2004,loyalis-loyalis Arsenal tetap teguh pendirian. Seiring berjalannya waktu, Arsenal kerap diterpa sejumlah kekalahan memalukan. Namun sekali lagi, suporter Meriam London ogah murtad. Pendukung Arsenal tampaknya mengamini betul perkataan Eric Cantona yang masyhur itu.
![]() |
"Anda dapat berganti istri, pandangan politik, dan agama. Tapi, Anda tidak akan bisa mengganti tim favorit," kata Cantona.
Banyaknya partisan-partisan Arsenal ini diiringi dengan kemunculan sejumlah saluran channel YouTube yang mengaku sebagai Gunners sejati. Tentu yang terbesar adalah AFTV milik Robbie Lyle. Baru 'lahir' pada 2012, AFTV kini sudah memiliki 1,2 juta subscriber dengan pendapatan USD 357,039 per bulan atau setara Rp4,9 miliar.
Namun, jalur takdir kesuksesan kanal AFTV dan Arsenal seolah-olah bertolak belakang. Jika AFTV terus melejit dari tahun ke tahun, Arsenal justru terpuruk. Karena kita tahu satu hal yang menjadi sebuah keniscayaan, video-video AFTV akan semakin sering ditonton bila Arsenal kalah.
Musim 2020/2021, mungkin bisa menjadi 'durian runtuh' bagi AFTV. Jebloknya performa Arsenal di Liga Inggris menjadi sebab utamanya. Dari 14 pertandingan yang sudah dijalani, Arsenal kalah 8 kali dan menang 4 kali. Karena hasil buruk itu, kini Arsenal terbenam di posisi 14. 6 poin di atas zona degradasi. Saat artikel ini ditulis, Arsenal mengakhiri 7 pertandingan Liga Inggris berturut-turut tanpa kemenangan dengan membekuk Chelsea 3-1.
Meski sudah terbiasa diejek baik secara langsung maupun via internet, namun intensitas meme untuk Arsenal musim ini tak terbendung. Jika membuka Twitter, guyonan untuk Arsenal selalu terselip di antara pembahasan pandemi Corona yang tak juga mereda atau perdebatan sengit soal reshuffle kabinet. Di YouTube, banyolan mengenai tim besutan Arteta itu bisa-bisanya nangkring di video rekomendasi.
Baca juga: Mengatasi Kehilangan ala Bayer Leverkusen |
Musim ini kadar kesetiaan loyalis Arsenal sedang diuji. Tentu ada keinginan kuat untuk pindah haluan melihat tim-tim rival yang tengah bergelimang prestasi. Tengoklah Manchester City dan Liverpool. Rumput tetangga lebih hijau. Hal itu mestinya takkan membuat fans (setia) Arsenal berpaling begitu saja hanya karena serbuan ejekan.
Namun, kita hanya manusia. Gempuran cemohan tentu membuat psikis dan akal sehat kita sedikit terguncang. Akibatnya, timbul depresi serta kecenderungan bunuh diri. Sebelum segala sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, lebih baik suporter Arsenal berkonsultasi mengenai persoalan hidup dengan psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Cobaan sebagai fans Arsenal memang berat. Selain ujian mental, loyalis Arsenal juga diuji kesabarannya. Melihat David Luiz atau Shkodran Mustafi ada dijajaran starting line up saja sudah termasuk ujian tahap 1, apalagi melihat permainan tak menarik Arsenal selama 90 menit. Sesabar-sabarnya orang tentu ada batasnya. Simpatisan Arsenal perlu menghayati betul Surat Al-Baqarah ayat 153 "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar"
==
Ada sejumlah sebab yang kiranya menjadi faktor menurunnya performa Arsenal. Pertama, pelatih Arsenal, Mikel Arteta tak bisa memaksimalkan peran Thomas Partey. Dari formasi andalan 3-4-3, posisi Partey diplot sebagai gelandang tengah. Pemain berpaspor Ghana itu didapuk menjadi jembatan antara lini belakang ke barisan depan. Namun, jarak antara posisinya dengan lini depan terlalu jauh.
Dari 3 pemain yang sering menjadi tumpuan lini serang Arsenal, Willian-Aubameyang-Lacazette jarang sekali ada yang rela turun untuk membuka opsi jalur operan Partey. Sehingga, hal itu membuat Partey mesti kerja extra keras agar umpan-umpannya selamat sampai tujuan.
Menurut catatan WhoScored, Partey hanya memproduksi 38 umpan per pertandingan. Jumlah ini kalah jauh dengan Ruben Neves (49,2), Kevin Phillips (56,7), Wilfred Ndidi (57,1). Lalu, key passes per pertandingan milik Partey (0,2) lebih rendah ketimbang Ruben Neves (1), Kevin Phillips (1,3), dan Wilfred Ndidi (0,3). Hal ini menyiratkan, Arsenal betul-betul kehilangan sosok Mesut Oezil yang selalu menjemput bola. Sayangnya Arteta tidak mendaftarkan Oezil baik dalam skuad Europa League maupun Liga Inggris musim ini.
Masalah selanjutnya ada pada bek kanan. Entah mantra apa yang digunakan Hector Bellerin hingga Arteta selalu mempercayakan sisi kanan Arsenal kepadanya. Faktanya, Bellerin tampil amburadul. Lawan kerap mengincar area yang dijaga Hector Bellerin. Dari catatan WhoScored, pria berusia 25 tahun itu setiap 90 menit dilewati lawan 1,2 kali, membuat 1,2 pelanggaran yang tak perlu, serta control bola yang buruk 1,3 kali.
Butuh penyegaran di posisi bek kanan dan kiranya Ainsley Maitland-Niles (AMN) bisa menjadi jawaban. Rata-rata tekel (1,3) dan intersep (1,5) AMN lebih tinggi ketimbang Bellerin.
![]() |
Dan terakhir, tentu permainan sebuah tim dibentuk oleh pelatih. Seseorang yang pantas dihakimi atas performa Arsenal yang awut-awutan ini adalah Mikel Arteta. Belum jelas jenis permainan macam apa yang hendak diproyeksikannya buat tim berjuluk meriam London itu. Maka mungkin memang sudah waktunya Arteta untuk pergi. Klub sebesar Arsenal tak pantas berada di jurang degradasi.
Massimiliano Allegri menjadi sosok yang tepat duduk sebagai komando The Gunners. Pria kelahiran Livorno itu memiliki CV yang bagus kala menjadi pelatih Juventus dan AC Milan. Total sudah enam gelar scudetto diraih. Ia juga dikabarkan telah menjalani kursus Bahasa Inggris. Tentu ini menjadi sinyal kuat ia merapat ke Arsenal.
==
Meski sudah bisa meraih kemenangan di Liga Inggris, namun belum bisa dipastikan Arsenal permanen kembali ke jalur kemenangan. Butuh proses panjang dan beberapa kali jendela transfer untuk menghapus predikat sebagai 'klub bercanda'.
Bagaimana fans Liverpool melewati era-era ketika cuma bisa bernostalgia dengan sukses masa lalu bisa dicontoh suporter Arsenal pada masa kini. Untuk itu, Arsenal sangat membutuhkan dukungan dan doa dari suporter. Layaknya anjing pada film Hachiko, Gooner setia menunggu Arsenal mencapai kejayaan lagi.
***
Isal Mawardi
Penikmat liga Inggris yang bisa disapa di Twitter dengan akun @isalomonkalou